Parrhesiastes di Pasca Kultura

Pasca kultura merupakan event tahunan yang diselengarakan oleh pascasarjana institut seni Indonesia Yogyakarta. Dengan tema musik dan identitas, saya diundang untuk menjelaskan dan mendiskusikan penelitian yang sudah saya lakukan pada kajian musik dan identitas dengan judul identifying the musical identity of a nation Case study of sound digitization in Rim of Latuhalat and Kilang villages by using melodyne as a measuring program. Saya menjelaskan bahwa sejak pasca konflik sektarian di Maluku, banyak hal yang mengalami stagnasi, salah satunya adalah identitas musikalitas musik tradisional. Sebagai cerminan mengembalikan perdamaian dan upaya mempertahankan identitas lokal masyarakat modern di era globalisasi, penelitian dengan studi kasus bunyi-bunyian yang ada melalui Rim (dialek yang memiliki interval nada) di desa Kilang dan Latuhalat merupakan salah satu cara untuk mengembalikan identitas musikal yang ada di suatu bangsa.

Selain itu, proses pengembalian identitas musikal seperti ini juga merupakan salah satu langkah alternatif bagi daerah pasca konflik untuk mengembalikan kepingan-kepingan budaya dan identitas yang mungkin hilang akibat perang. Dengan menggunakan melodyn yang merupakan program yang paling mendekati untuk menghitung frekuensi dengan asumsi dasar dan sederhana tentang periode atau waktu dalam detik (T). Rumus sederhana untuk menghitung frekuensi adalah f = 1/T atau T = 1/f, dengan f sebagai frekuensi dalam Hertz (Hz) dan T sebagai periode dalam detik (s). Melodyn adalah cara tercepat dan tepat untuk mengukur suara melalui rim di kedua desa. Rim yang terekam diolah dengan mengukur interval melalui tinggi rendahnya frekuensi bunyi yang diterima dan menjadikannya sebagai pola melodi, kemudian bunyi-bunyi yang ada didigitalkan menjadi satu sampel dengan menggunakan suara totobuang sebagai medianya sehingga dapat digunakan dalam sebuah pertunjukan dan pengembangan identitas musikal.